Rabu, 02 Januari 2008

Tawuran Dikalangan Remaja



Gejolak remaja yang menggebu-gebu membuat emosi dalam diri tidak terkontrol.
Hal itu sering berdampak dan berujung pada kekerasan atau
tawuran.
Amarah atau emosi yang tidak terkontrol yang timbul secara alami dari dalam diri remaja itulah faktor terbesar munculnya agresi atauberontak dari diri masing-masing remaja. Dan karenamereka berpikir masih terlaludini untuk bertengkar sendiran,maka ia mengajak temen-temennya,sehingga yang terjadi bukanlah agresi dari diri pribadi melainkan secara massal.
Saat ini beberapa televisi bahkan membuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang aksi kekerasan. Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, bahkan di kompleks-kompleks perumahan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua.

Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok. Agresi itu sendiri didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh,atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain.

Pertanyaannya kemudian adalah faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi pemicu perilaku agresi tersebut? Mengapa kasus-kasus sepele dalam kehidupan sosial masyarakat sehari-hari dapat tiba-tiba berubah menjadi bencana besar yang berakibat hilangnya nyawa manusia? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apa saja penyebab perilaku agresi.

Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresi.

Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya agresi adalah suatu respon terhadap marah. Kekecewaan, sakit fisik, penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah dan akhirnya memancing agresi. Ejekan, hinaan dan ancaman merupakan pancingan yang jitu terhadap amarah yang akan mengarah pada agresi. Anak-anak di kota seringkali saling mengejek pada saat bermain, begitu juga dengan remaja biasanya mereka mulai saling mengejek dengan ringan sebagai bahan tertawaan, kemudian yang diejek ikut membalas ejekan tersebut, lama kelamaan ejekan yang dilakukan semakin panjang dan terus-menerus dengan intensitas ketegangan yang semakin tinggi bahkan seringkali disertai kata-kata kotor dan cabul. Ejekan ini semakin lama-semakin seru karena rekan-rekan yang menjadi penonton juga ikut-ikutan memanasi situasi. Pada akhirnya bila salah satu tidak dapat menahan amarahnya maka ia mulai berupaya menyerang lawannya. Dia berusaha meraih apa saja untuk melukai lawannya. Dengan demikian berarti isyarat tindak kekerasan mulai terjadi. Bahkan pada akhirnya penontonpun tidak jarang ikut-ikutan terlibat dalam perkelahian.

Faktor lain juga berpengaruh misalnya faktor biologis,

Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi:

1) Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya.

2) Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.

3) Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu eksperimen ilmuwan menyuntikan hormon testosteron pada tikus dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Sedangkan pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini.

Seks Dikalangan Remaja




Mengingat pada masa remaja rentan dan sering kali berhubungan dengan masalah seks,maka pendidikan seks sangat penting bagi para remaja.
Pendidikan seks dapat diberikan baik melalui pendidikan formal maupun informal. Upaya ini perlu dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Mengingat selama ini banyak remaja yang memperoleh “pengetahuan” seksnya dari teman sebaya, membaca buku porno, menonton film porno, dsb. Oleh karena itu, perlu diupayakan adanya pendidikan seks dikalangan remaja.

Masa remaja adalah masa transisi antara kanak-kanak dengan dewasa, dan reaktif belum mencapai tahap kematangan mental dan social sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan social yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi, tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa krisis.

Di negara-negara berkembang, masa transisi ini berlangsung sangat cepat. Bahkan usia saat berhubungan seks pertama kali ternyata selalu lebih muda daripada usia ideal untuk menikah. Menurut data yang ada, sekitar 60 persen kelahiran anak di kalangan remaja di dunia adalah kehamilan yang tidak diharapkan. Hal ini diperkuat oleh semakin canggihnya perkembangan teknologi komunikasi yang menyebarkan berbagai informasi dan hiburan budaya pop sehingga justru memancing remaja untuk mengadopsi perilaku-perilaku yang tidak sehat, mempercepat usia awal seksual aktif, serta dapat mengantarkan remaja pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi.

Seks di usia remaja dapat mengakibatkan kanker dan sedikit sekali para remaja yang mengetahui hal itu.Hubungan seksual pada usia di bawah 17 tahun diketahui dapat merangsang tumbuhnya sel kanker pada organ kandungan perempuan, karena pada rentang usia 12-17 tahun, perubahan sel dalam mulut rahim sedang aktif sekali.

Perlu diketahui, ketika sel sedang membelah secara aktif, idealnya tidak terjadi kontaks atau rangsangan apa pun dari luar, termasuk masuknya benda asing dalam tubuh perempuan.

Dengan adanya benda asing, termasuk alat kelamin laki-laki dan sel sperma, akan mengakibatkan perkembangan sel ke arah yang abnormal. Apalagi kalau sampai terjadi luka yang mengakibatkan infeksi dalam rahim.

Sel abnormal dalam mulut rahim itu dapat mengakibatkan kanker mulut rahim (serviks). Kanker serviks yang menyerang alat kandungan perempuan, berawal dari mulut rahim dan berisiko menyebar ke vagina hingga keluar di permukaan.

Selain itu, kanker serviks juga berisiko menyebar ke organ lainnya di dalam tubuh, misalnya uterus, ovarium, ginjal, paru-paru, lever, tulang otak.

Jika telah mencapai stadium lanjut dan menyebar ke organ tubuh lain, maka kanker serviks dapat mengakibatkan kematian. Penderita stadium lanjut umumnya harus mengangkat organ alat kandungan dan kemungkinan mempunyai anak menjadi tidak mungkin.

Di seluruh dunia, terdapat sekitar 100 jenis strain virus penyebab kanker serviks, yaitu virus HPV (Human Papilloma Virus). Strain yang terganas adalah tipe 16 dan 18. Gejala yang sering muncul pada penderita biasanya timbulnya keputihanhaid.

Oleh karena itu, dianjurkan agar kaum perempuan menikah setelah berusia lebih dari 17 tahun dan menerapkan perilaku seksual yang sehat. Selain itu, perlu juga dilakukan deteksi dini untuk mencegah terjadinya kanker serviks stadium lanjut, salah satunya dengan melakukan tes pap (pap smear).
hingga yang berbau dan berulang-ulang serta terjadi pendarahan di bagian kemaluan ketika sedang tidak

Gejolak remaja dapat diartikan hasrat perasaan serta luapan emosi dari para kaum yang beranjak gedhe atau remaja. Luapan emosi yang dimaksud disini bukanlah muntahan amarah yang selalu berdampak negatif, melainkan suatu bentuk pengekspresian dari dalam dari sendiri.
Remaja adalah masa seseorang mengalami perubahan baik dari segi fisik maupun mental, serta masa dimana seseorang mencari jati dirinya dan mencari tahu dimana ia harus menempatkan dirinya.
Karena pencarian itu baru dirasakan, maka kerap kali diiringi dengan emosi yang tidak terkontrol, dimana ia tidak tahu dampak apa yang akan ia terima akibat kelalaiannya mengintrol emosinya.
Perkembangan pola pikir para remaja membuat para remaja memiliki rasa ingin tahu dan penasaran yang sangat tinggi mengenai hal-hal diluar yang asing dan baru baginya. Pergaulan yang baru, lawan jenis, seks, narkoba, adalah sebagian elemen yang akan dihadapi oleh para remaja,entah untuk sekedar tahu,mengenal,atau bahkan mencoba,cepat atau lambat. Karena itu sudah fenomena kehidupan di jaman sekarang.
Disini peran orang tua sangat-snagat diperlukan. Orang tua harus terus mengawasi dan mengetahui tentang perkembangan mental,pola pikir, dan pergaulan anaknya,terutama yang sedang beranjak dewasa.

Selasa, 01 Januari 2008

Narkoba di kalangan remaja



Meresahkan, Maraknya Narkoba di Kalangan Pelajar

Banyaknya kasus penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya yang menimpa siswa sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, dan sekolah menengah umum di DKI Jakarta membuat para orangtua murid resah. Dalam kaitan itu, mereka berharap agar ada komunikasi yang lebih baik antara guru dan murid khususnya soal perilaku anak. Para orangtua juga meminta aparat kepolisian menangkap para bandar dan pengedar sehingga narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) tidak merusak masyarakat.

Sejumlah orangtua murid yang ditemui di sejumlah sekolah dasar (SD) di Jakarta mengaku resah karena berita mengenai penyalahgunaan narkoba tidak pernah berhenti. "Kenyataan itu tentu meresahkan karena siapa tahu itu akan menimpa anak-anak kami juga," kata Sulistyowati, orangtua Lintang dan Dimas yang bersekolah di kelas lima dan empat SD BPSK Pisangan, Jakarta Timur, Selasa (13/5).

Kekhawatiran orangtua murid itu wajar jika melihat data jumlah pemakai narkoba yang terus meningkat terutama di Jakarta. Menurut Ketua Therapeutic Communities Indonesia (TCI) Inten Soeweno, dari empat juta korban narkoba di Indonesia, setengahnya ada di Jakarta.

Pernyataan itu diperkuat oleh Direktur Reserse Narkoba Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Carlo Brix Tewu. Ia mengatakan, penyalahgunaan narkoba oleh pelajar atau anak usia sekolah memang tinggi. "Berdasarkan pemantauan kami, kasus bukan cenderung tinggi, tetapi sudah tinggi. Sudah tingginya itu sejak tahun 2001," kata Carlo.

Data mulai Januari hingga April 2003 menunjukkan, jumlah kasus yang ditangani Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya mencapai 143 kasus, Kepolisian Resor (Polres) Jakarta Pusat 105 kasus, Polres Jakarta Utara 90 kasus, dan Polres Jakarta Barat 55 kasus. Di Polres Jakarta Selatan tercatat 122 kasus, Polres Jakarta Timur 32 kasus, Polres Bekasi 84 kasus, Polres Depok lima kasus, Polres Tangerang nihil, dan Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KP3) Tanjung Priok 30 kasus.

Menurut Carlo, 60-70 persen tersangka penyalah guna narkoba yang ditangkap jajaran Polda Metro Jaya berusia antara 16 sampai 21 tahun. Dari persentase itu, setengahnya adalah pelajar yang masih aktif bersekolah. "Sebagian besar adalah pemakai atau pencandu yang tertangkap saat memakai atau membawa narkoba, bukan pengedar atau bandar," paparnya.

Menurut data yang diperoleh Kompas, sejumlah pengguna narkoba adalah murid-murid SD. Dalam lima bulan terakhir, antara Januari sampai Mei 2003, di Jakarta Utara sudah ditangkap 30 pelajar SD yang menggunakan obat-obatan berbahaya itu (Kompas, 13/5).

Tahu narkoba

Beberapa pelajar yang ditemui mengatakan, pengetahuan mengenai narkoba mereka dapatkan sejak SD dari berbagai penyuluhan, baik oleh polisi maupun guru. Dari informasi tersebut, anak-anak kemudian menghindarinya karena hal itu sangat berbahaya. Namun, banyak pula yang justru penasaran dan ingin mencoba.

Leonardus Paramayudha A Widarmono, kelas 1 SMP Tarakanita I Wijaya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, mengatakan, sejak SD ia sudah mengetahui cukup banyak tentang upaya memerangi narkoba.

"Sebab, waktu di Kelas VI SD Tarakanita I, kami sudah mendapat penyuluhan tentang narkoba yang disampaikan polisi," kata Rama, panggilan akrab pelajar yang tinggal di daerah Cinere, Jakarta Selatan, itu. Ada pula penyuluhan yang dilakukan oleh organisasi antinarkoba.

Salah satu isi penyuluhan tersebut, lanjutnya, adalah memerangi narkoba dengan berpura-pura tidak tahu. "Kalau ada orang yang memberi, terima saja. Tetapi, nanti barangnya diserahkan ke polisi atau dibuang setelah tidak terlihat orang yang memberi," ucap Rama menirukan ucapan si penyuluh.

Lebih ketat

Sejumlah orangtua mengaku akan lebih ketat memantau perkembangan anak-anaknya, khususnya yang mulai beranjak remaja. "Untuk mengisi waktu luang setelah sekolah dan bermain, kami undang guru privat bahasa Inggris. Di sore hari, kami juga mengundang guru mengaji. Saya sendiri sering menelepon guru dan berkonsultasi," kata Sulis, orangtua murid.

Berkaitan dengan hal tersebut, Inten Soeweno mengatakan, pemerintah dan swasta perlu bekerja sama dalam membantu korban narkoba. "Dari korban terutama kalangan muda, hanya sebagian kecil yang mampu masuk ke sarana rehabilitasi," katanya.

Secara terpisah, Kepala Sub- Dinas Pendidikan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Dasar DKI Iing Ahmad Mumkin menyatakan rasa keprihatinannya akan adanya temuan kasus penyalahgunaan narkoba yang dilakukan siswa SD di Jakarta Utara. Sejauh ini, lanjutnya, pihaknya sudah mengingatkan setiap kepala sekolah soal bahaya narkoba.

Ada apa dengan puber

Puber


Puber adalah masa dimana tubuh mulai berkembang dan berubah, yang menandai adanya masa peralihan dari masa anak-anak menjadi dewasa. Puber memang merupakan saat yang ditunggu-tunggu oleh kaum remaja.

Dalam kondisi yang normal, setiap orang pasti akan atau pernah mengalami masa pubertas, baik perempuan maupun laki-laki. Hanya saja perubahan yang terjadi memang cukup berbeda pada setiap orang. Pada masa puber akan terjadi berbagai perubahan. Bentuk tubuh akan berubah dengan cepat, bahkan suara pun juga ikut berubah.

Pada perempuan, pubertas umumnya terjadi di usia 9-12 tahun, sedangkan pubertas pada pria terjadi di usia yang lebih tua yaitu 9-14 tahun. Namun batasan usia tersebut belum tentu tepat atau benar karena bisa saja seorang anak perempuan telah mengalami pubertas pada usia 8 tahun dan itu adalah hal yang normal. Pubertas pada perempuan dapat ditandai dengan datangnya menstruasi untuk pertama kalinya. Menstruasi untuk pertama kalinya itu dikenal dengan istilah menarche.

Kenapa diri kita bisa berubah menjadi dewasa? Hal itu disebabkan oleh faktor hormonal. Hormon yang mempengaruhi bentuk tubuh dan suara kita akan berubah dan akhirnya menjadikan kita bukan seorang anak-anak lagi.

Ketika tiba waktunya bagi kita untuk menjadi dewasa, sebuah hormon yang disebut hormon pelepas gonadotropin (Gonadotropin-releasing hormone atau GnRH) akan dihasilkan oleh sebuah kelenjar di bagian otak. GnRH akan merangsang kelenjar lainnya, yaitu kelenjar pituitaria, untuk melepaskan dua jenis hormon lain yaitu luteinizing hormone (LH) dan hormon perangsang folikel (follicle-stimulating hormone atau FSH).

Perempuan dan laki-laki sama-sama mempunyai hormon tersebut, namun hormon tersebut akan menghasilkan kerja yang berbeda bagi perempuan maupun laki-laki.

Pada perempuan, FSH dan LH akan mempengaruhi indung telur (ovarium) untuk mulai membuat hormon estrogen. FSH, LH, dan estrogen bersama-sama akan terlibat dalam siklus menstruasi dan sekaligus mempersiapkan rahim si wanita agar siap untuk mengandung atau mempunyai anak.

Sedangkan pada pria, FSH dan LH akan mempengaruhi testis untuk mulai membuat testosteron dan sperma. Testosteron dibutuhkan agar tubuh berubah menjadi lebih dewasa dan sperma diperlukan untuk reproduksi.


Masa Remaja


Masa Remaja


Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjukkan masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan; biasanya mulai dari usia 14 tahun pada pria dan usia 12 tahun pada wanita. Transisi ke masa dewasa memang bervariasi, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orang tua mereka.

Perkembangan fisik
Perubahan dramatis dalam bentuk dan ciri-ciri fisik berhubungan erat dengan mulainya pubertas. Aktivitas kelenjar pituitari pada saat ini berakibat dalam sekresi hormon yang meningkat, dengan efek fisiologis yang tersebar luas. Hormon pertumbuhan memproduksi dorongan pertumbuhan yang cepat, yang membawa tubuh mendekati tinggi dan berat dewasanya dalam waktu dua tahun. Dorongan pertumbuhan itu terjadi lebih awal pada pria daripada wanita, juga menandakan bahwa wanita lebih dulu matang secara seksual daripada pria. Pencapaian kematangan seksual pada gadis remaja ditandai oleh kehadiran menstruasi dan pada pria ditandai oleh produksi semen. Hormon-hormon utama yang mengatur perubahan ini adalah androgen pada pria dan estrogen pada wanita, zat-zat yang juga dihubungkan dengan penampilan ciri-ciri seksual sekunder : rambut wajah, tubuh, kelamin dan suara yang mendalam pada pria; rambut tubuh dan kelamin, pembesaran payudara, dan pinggul lebih lebar pada wanita. Perubahan fisik dapat berhubungan dengan penyesuaian psikologis; beberapa studi menganjurkan bahwa individu yang menjadi dewasa di usia dini lebih baik dalam menyesuaikan diri daripada rekan-rekan mereka yang menjadi dewasa lebih lambat.

Perkembangan intelektual
Tidak ada perubahan dramatis dalam fungsi intelektual selama masa remaja. Kemampuan untuk mengerti masalah-masalah kompleks berkembang secara bertahap. Masa remaja adalah awal dari tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan logika pengurangan atau deduksi. Tahap ini terjadi di semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman mereka. Namun, bukti riset tidak mendukung hipotesis itu yang menunjukkan bahwa kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses belajar dan pendidikan yang terkumpul.

Perkembangan seksual
Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas bertanggungjawab atas munculnya dorongan seks. Pemuasan dorongan seks masih dipersulit dengan banyaknya tabu sosial, sekaligus kurangnya pengetahuan yang benar tentang seksualitas. Namun, sejak tahun 1960-an, aktivitas seksual telah meningkat di antara remaja. Studi akhir menunjukkan bahwa hampir 50% remaja di bawah usia 15 tahun dan 75% di bawah usia 19 tahun melaporkan telah melakukan hubungan seks. Terlepas dari keterlibatan mereka dalam aktivitas seksual, beberapa remaja tidak tertarik pada metode Keluarga Berencana atau gejala Penyakit Menular Seksual (PMS).


Perkembangan emosional
Masa remaja adalah masa stres emosional yang timbul dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas. Hal itu dipandang sebagai perkembangan proses psiko-sosial yang terjadi seumur hidup. Tugas psiko-sosial remaja adalah untuk tumbuh dari orang yang tergantung menjadi orang yang tidak tergantung, yang identitasnya memungkinkan mereka berhubungan dengan yang lainnya dalam gaya dewasa. Kehadiran problem emosional tersebut bervariasi pada setiap remaja